Deteksi Dini Kanker Serviks: Perbedaan PAP SMEAR dengan HPV DNA TEST

Pap smear dan HPV DNA Test merupakan metode deteksi dini pemeriksaan kanker serviks. Kedua metode skrining ini berperan krusial dan penting  dalam mengidentifikasi perubahan sel serviks yang berpotensi menjadi kanker, namun bekerja dengan prinsip dan teknologi yang berbeda. Pap smear telah lama menjadi standar deteksi kanker serviks, mengandalkan analisis morfologi sel, sedangkan HPV DNA Test memanfaatkan pendekatan molekuler untuk mendeteksi langsung materi genetik virus penyebab utama kanker serviks, yaituhuman papillomavirus (HPV) . Dengan memahami kekuatan, keterbatasan, dan cara kerja masing-masing tes, kita dapat memilih strategi skrining yang paling tepat sesuai kebutuhan dan risiko individu.


Defenisi dan Mekanisme Kerja Pap Smear dan HPV DNA Test

Apa itu PAP SMEAR?

Pap smear merupakan prosedur skrining yang digunakan untuk mendeteksi adanya perubahan sel abnormal pada serviks yang dapat berkembang menjadi kanker serviks. Tes ini melibatkan pengambilan sel dari serviks untuk diperiksa di laboratorium guna mendeteksi adanya kelainan. Pap smear dikembangkan oleh Dr. Georgios Papanikolaou, seorang dokter asal Yunani, pada tahun 1928. Ia menemukan bahwa sel-sel kanker pada serviks dapat dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis terhadap sampel cairan vagina. Penemuan ini awalnya kurang mendapat perhatian hingga tahun 1941, ketika Papanikolaou bersama Dr. Herbert F. Traut menerbitkan artikel yang menunjukkan efektivitas metode ini dalam mendeteksi kanker serviks. Sejak saat itu, Pap smear menjadi metode skrining standar di seluruh dunia dan telah berkontribusi signifikan dalam menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.

Cara Kerja Pap Smear dalam Mendeteksi Sel Ganas

Pap smear mendeteksi sel ganas melalui analisis mikroskopis terhadap sampel sel yang diambil dari serviks. Proses ini melibatkan beberapa langkah:

  1. Pengambilan Sampel Sel: Selama pemeriksaan, tenaga medis menggunakan alat seperti spatula atau sikat kecil untuk mengambil sampel sel dari permukaan serviks dan kanal endoserviks. Sampel ini kemudian ditempatkan pada kaca objek atau dalam media cair untuk dikirim ke laboratorium.

  2. Pemeriksaan Mikroskopis: Di laboratorium, sampel sel diperiksa di bawah mikroskop oleh ahli patologi atau sitoteknologis. Mereka mencari perubahan morfologi sel yang dapat mengindikasikan adanya lesi prakanker atau kanker. Perubahan ini meliputi:

    • Ukuran dan Bentuk Inti: Sel abnormal sering memiliki inti yang lebih besar dan bentuk yang tidak teratur.
    • Rasio Inti terhadap Sitoplasma: Peningkatan rasio ini dapat menunjukkan proliferasi sel yang tidak normal.
    • Kromatin: Distribusi kromatin yang kasar dan tidak merata dapat menjadi tanda keganasan.
  3. Klasifikasi Hasil: Hasil Pap smear diklasifikasikan menggunakan sistem Bethesda, yang mencakup kategori seperti:                                                         

    • ASC-US: Sel skuamosa atipikal dengan signifikansi tidak pasti.
    • LSIL: Lesi intraepitel skuamosa derajat rendah.
    • HSIL: Lesi intraepitel skuamosa derajat tinggi.
    • Karsinoma Sel Skuamosa: Menunjukkan adanya kanker invasif.

Jika hasil menunjukkan adanya sel abnormal, langkah selanjutnya mungkin meliputi kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan mikroskop khusus) dan biopsi untuk konfirmasi diagnosis.


Apa itu HPV DNA Test?

HPV DNA Test adalah metode skrining molekuler yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan materi genetik (DNA) dari human papillomavirus (HPV), khususnya tipe-tipe berisiko tinggi HPV 16 & 18,  yang dapat menyebabkan kanker serviks. Berbeda dengan Pap smear yang menilai perubahan morfologi sel, tes ini secara langsung mendeteksi keberadaan virus penyebabnya.

 Perkembangan HPV DNA test

HPV DNA Test pertama kali dikembangkan pada akhir 1980-an oleh perusahaan Digene dengan produk awal bernama ViraPap. Seiring waktu, teknologi ini berkembang menjadi metode yang lebih sensitif dan non-radioaktif, seperti Hybrid Capture II, yang kemudian menjadi standar klinis untuk deteksi HPV. Saat ini, berbagai metode molekuler seperti PCR (Polymerase Chain Reaction), real-time PCR, dan microarray digunakan untuk deteksi dan genotipe HPV. Tes ini telah disetujui oleh FDA untuk digunakan sebagai skrining primer kanker serviks, baik secara mandiri maupun dikombinasikan dengan Pap smear (co-testing)

Cara Kerja Molekuler: Mendeteksi DNA Virus

HPV DNA Test bekerja dengan mendeteksi keberadaan DNA HPV dalam sampel sel serviks melalui beberapa tahapan:

  1. Pengambilan Sampel: Sampel sel diambil dari serviks menggunakan alat khusus dan disimpan dalam media cair untuk analisis laboratorium.
  2. Ekstraksi DNA: DNA dari sel-sel dalam sampel diekstraksi untuk mendapatkan materi genetik yang akan dianalisis.
  3. Amplifikasi DNA: Metode seperti PCR digunakan untuk memperbanyak segmen DNA target dari HPV, meningkatkan sensitivitas deteksi.
  4. Deteksi dan Genotipe: Teknik seperti real-time PCR atau microarray digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi tipe spesifik HPV, terutama tipe 16 dan 18 yang paling berisiko tinggi.
  5. Interpretasi Hasil: Hasil tes menunjukkan apakah DNA HPV terdeteksi dan, jika ya, tipe spesifiknya. Ini membantu menentukan langkah selanjutnya dalam manajemen klinis

Perbandingan Akurasi dan Sensitivitas

Sensitivitas dan Spesifisitas Pap Smear

Pap smear memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang bervariasi dalam mendeteksi lesi prakanker dan kanker serviks. Beberapa studi menunjukkan:

  • Sensitivitas: Berkisar antara 47% hingga 55%, menunjukkan bahwa tes ini dapat melewatkan sejumlah kasus lesi prakanker atau kanker serviks.
  • Spesifisitas: Berkisar antara 64% hingga 96%, menandakan bahwa tes ini cukup baik dalam mengidentifikasi individu yang tidak memiliki penyakit.

Meskipun Pap smear telah berkontribusi signifikan dalam penurunan angka kematian akibat kanker serviks, keterbatasannya dalam sensitivitas membuatnya kurang efektif dalam mendeteksi semua kasus secara dini.

Sensitivitas dan Spesifisitas HPV DNA Test

Tes DNA HPV, yang mendeteksi keberadaan materi genetik dari human papillomavirus (HPV), khususnya tipe berisiko tinggi, menunjukkan performa yang lebih unggul dibandingkan Pap smear:

  • Sensitivitas: Mencapai hingga 98%, menandakan kemampuan tinggi dalam mendeteksi lesi prakanker dan kanker serviks.
  • Spesifisitas: Sekitar 87%, sedikit lebih rendah dibandingkan Pap smear, namun tetap cukup tinggi untuk digunakan sebagai alat skrining utama.

Keunggulan sensitivitas tes DNA HPV memungkinkan deteksi dini infeksi HPV berisiko tinggi sebelum terjadi perubahan seluler yang signifikan, memberikan peluang intervensi lebih awal.

Anjuran Interval Pemeriksaan dan Usia Ideal

Menurut pedoman dari American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO):

  • Usia 21–29 tahun: Disarankan melakukan Pap smear setiap 3 tahun sekali.
  • Usia 30–65 tahun: Disarankan melakukan Pap smear dan tes HPV DNA setiap 5 tahun sekali, atau Pap smear saja setiap 3 tahun sekali.
  • Usia di atas 65 tahun: Skrining dapat dihentikan jika memiliki riwayat hasil tes negatif yang memadai dalam 10 tahun terakhir.

Di Indonesia, pedoman skrining kanker serviks mengikuti rekomendasi internasional dengan penyesuaian lokal. Wanita disarankan memulai skrining pada usia 21 tahun atau 3 tahun setelah aktivitas seksual pertama, dengan frekuensi yang disesuaikan berdasarkan usia dan hasil tes sebelumnya.

Faktor Risiko yang Mempengaruhi Jadwal Skrining

Beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi frekuensi dan jadwal skrining antara lain:

  • Riwayat infeksi HPV atau hasil tes sebelumnya yang abnormal.
  • Sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya akibat HIV/AIDS atau penggunaan obat imunosupresif.
  • Riwayat keluarga dengan kanker serviks.

Wanita dengan faktor risiko tersebut mungkin memerlukan skrining yang lebih sering dan dimulai pada usia yang lebih muda.

Kelebihan dan Kekurangan

 Pap Smear

  • Biaya Terjangkau: Pap smear umumnya lebih murah dibandingkan tes HPV DNA.
  • Deteksi Perubahan Sel: Mampu mendeteksi perubahan sel serviks sebelum berkembang menjadi kanker.
  • Tersedia di Banyak Fasilitas: Dapat dilakukan di berbagai fasilitas kesehatan, termasuk puskesmas.
  • Sensitivitas Lebih Rendah: Kemungkinan hasil negatif palsu lebih tinggi dibandingkan tes HPV DNA.
  • Frekuensi Pemeriksaan Lebih Sering: Memerlukan pemeriksaan lebih sering untuk deteksi dini yang efektif.

 HPV DNA Test

  • Sensitivitas Tinggi: Lebih akurat dalam mendeteksi infeksi HPV berisiko tinggi.
  • Interval Pemeriksaan Lebih Lama: Jika hasil negatif, pemeriksaan dapat dilakukan setiap 5 tahun.
  • Deteksi Dini: Mampu mendeteksi infeksi sebelum terjadi perubahan seluler.
  • Biaya Lebih Mahal: Tes ini umumnya lebih mahal dibandingkan Pap smear.
  • Ketersediaan Terbatas: Belum tersedia di semua fasilitas kesehatan, terutama di daerah terpencil.
Kini Neodinamik menyediakan layanan self sampling kit HPV DNA test , NEOCHECK HPV,  sampling bisa dilakukan secara mandiri dengan mudah di rumah . Untuk Anda yang tidak memiliki waktu untuk melakukan pemeriksaan HPV ke rumah sakit ataupun klinik, maupun di daerah kamu belum tersedia fasilitas screening HPV, kini kamu dapat melakukannya kapanpun dimana pun.  Neodinamik memiliki komitmen untuk tetap mendukung deteksi dini Kanker Serviks , agar menurunkan angka kematian wanita Indonesia akibat kanker serviks. Yuk Pesan Sekarang !

Add a Comment

Your email address will not be published.